Tuesday, November 9, 2010

Ketika Engkau Memilihku Sebagai Maharmu

Semarang, 9 November 2010, 23.43

Dia telah menikah pada awal oktober lalu”
wahai wanita yang telah di pilihkan Allah untuknya, hatimu sangat mulia di penuhi niat baik untuk menyambung ukhuwah yang terlanjur terjalin di antara kita. Namun kau harus tau, aku ini wanita biasa yang lemah pendirian dan mudah berbalik hati. Kedatanganmu bukan tak mungkin menoreh luka lama yang susah payah ku keringkan selama 8 bulan berjalan.
Maafkan aku yang sedikit mengacuhkan keberadaanmu di sini. Bukan aku tak mau mengenalmu ya Ukhti… tapi apakah suamimu ridho jika saja Ia tau istrinya berada di sisiku sekarang???
Jangan sibukkan dirimu dengan mencari ridhoku atas pernikahanmu dengannya. Tetapi sibukkanlah dirimu untuk mengabdikan segenap cinta dan kasihmu yang lebih utama kepada dirinya, karena ada Ridho Allah beserta pelukannya yang siang malam memang sudah halal bagimu.
Wahai wanita yang insyaAllah di murahkan Rizki dan di panjangkan umur karena memperjuangkan silaturahmi. Aku mempersilakan dirimu kembali kepada suami dan memberikan maaf yang engkau minta.
Wahai wanita yang lembut hatinya, tolong hentikan permintaanmu yang membuatku gusar dan memenuhi lubang telingaku. Aku ini sudah menjadi dindamu semenjak awal kali kau mengenalku, lalu apalagi yang engkau mintadariku?!
Memaksaku untuk mau menjadi adikmu dengan menjadi istri kesekian bagi suamimu?!
Allahu Rabbi…
Aku terenyuh mendengar pintamu memang, beribu terimakasih dan kebanggaan atas keikhlasanmu menyediakan diri untuk di poligami. Tapi maaf kak, aku tak bisa menjadi jaminan untuk kebahagiaanmu,kebahagiaanku, kebahagiaannya, dan kebahagiaan kita bertiga.
Jangankan sekarang kau tawarkan lagi padaku, dulu… saat dia mengkhitbahmu kau menjadikanku sebagai mahar bukan?
Dulu dan sekarang tiada berbeda, aku tetap tidak berkenan menjadi ‘saudarimu’ dalam hal ini.
Aku punya kehidupan sendiri yang jauh lebih indah dengan bahasa yang lebih bisa ku maknai. Denganmu aku seperti berada di atmosfir planet lain, aku tak bebas memijakkan kaki. Aku pasti merasa tak bebas pula mengaktualisasi diri. Karena jiwa yang mau tak mau terjajah rasa sakit dan kekotoran benci.
Melupakan kalian jelas tidak mungkin kecuali aku di landa amnesia berat yang merusak memori otakku. Mengacuhkanmu terasa dzolim dan terkesan tidak berperasaan. Lalu ku putuskan dengan menghindarimu sejauh mungkin. Sampai aku pun mendapatkan seorang pengganti.


~Ummy Annisa~

No comments:

Post a Comment