Thursday, December 23, 2010

Hari Ini Baru Kubisa Mengikhlaskanmu

Desember 2008, ketika itu usiaku baru 19 tahun berjalan. Seorang pria dewasa berumur 31 tahun datang kerumah dengan maksud mengutarakan keinginannya untuk menikahiku kepada ayah. Namanya kuncoro, oleh guru SMK aku dikenalkan padanya awal oktober di tahun yang sama.
Suatu hari aku datang ke SMK tempatku dulu menjemput ilmu kejuruan di bidang sosial selama tiga tahun. Disana aku bertujuan ingin mengambil transkrip nilai yang masih tertinggal, Ibu Erni guru bahasa Indonesia yang terkenal ramah dan bersahabat kepada semua anak didiknya seperti biasa dengan sikap kocaknya menyapaku akrab. “ummy kuliah dimana sekarang kamu nduk?”
Aku hanya menjawab dengan senyum tipis, Tak ada satu katapun terlontar dari mulutku. Mbak Elly staf tata usaha kemudian ikut menyahut. “ummy gak kuliah bu … buktinya nih transkrip nilainya baru di ambil sekarang, kan dia lulus tahun lalu(2007), mau ijabsah aja” katanya.
Kontan mataku terbelalak dan senyum di bibir yang sedari tadi dikulum lidah menjelma tawa renyah yang memenuhi seisi ruang TU. Semua yang ada di ruang itu pun ikut menyahut dengan berbagai macam canda yang makin tak karuan mendesak tawaku untuk lebih melebar.
Sekitar Lima belas menit berselang urusanku selesai di ruang TU, beberapa lembar kertas administrasi sudah kububuhi dengan paraf tanda selesainya kewajiban dan hak yang harus kupenuhi. Kemudian setelah itu sengaja melepas penat disiang hari terik dengan beristirahat di kantin sekolah. Hanya ada sebotol teh manis dingin yang menemani dudukku di meja kantin yang masih sepi. Karena memang blm waktunya istirahat.
Tiba-tiba aku di kejutkan dengan suara tangan yang menepuk pundak. Dan ketika aku menoleh ada sesosok wajah ceria yang mengulas senyum teduh dibalik seragam PSH dan jilbab warna abu-abu..
Eh…bu erni, ngagetin aja nih. Kok gak ngajar Bu?”
Abis kamu siang-siang gini melamun, ya wis tak sadarin dulu biar gak keburu hantu nyamber kamu nduk... Hihihi…! ibu gak ngajar. Jadwalnya hari ini Cuma kebagian jam pertama tadi.”
oh.. gitu ya?, hehe saya gak nglamun Bu, Cuma menikmati detik-detik air dingin membasahi kerongkongan saya yang sedari tadi meronta haus.”
walah… saking nikmatnya, eh nduk. Kamu beneran pengen nikah muda? Ibu ada calon buat kamu.dia ikhwan sholeh lho. Instruktur bahasa jepang yang sekarang berdomisili di Bekasi”

Glek…** ternyata gurauan itu berlanjut serius. Awalnya aku tak menanggapi tawaran menikah dari beliau. Tapi seminggu kemudian aku mengambil keputusan untuk mengiyakan tawaran itu. proses pun dimulai, saling tukar biodata dan foto masing-masing, kemudian sampailah kepada pertemuan di pertengahan desember 2008. Di ruang tamu rumah ayah mengiyakan proses kami berjalan apa adanya. Satu bulan setelah pertemuan komunikasi kami masih berjalan lancar. Posisiku waktu itu hanya menunggu dia mendapat persetujuan dari orang tuanya yang tinggal di Cilacap.
Hampir dua bulan aku menanti dalam ketidakpastian. Lama-lama aku sendiri merasa risih menanyakan dirinya kepada Bu Erni. Aku terus mencoba mengerti keadaan keluarganya yang katanya waktu itu sedang ada masalah. Aku diminta bersabar dan memberi waktu beberapa bulan untuk dia menyelesaikan masalah keluarganya. Aku maklumi kondisinya waktu itu. seringkali dia berbagi kepadaku tentang masalah-masalah yang tengah melanda keluarganya. Aku terus bersabar dan memberi ruang untuk dia meluapkan segala keluh kesah bahkan amarah sekalipun. Seakan-akan aku ini sudah menjadi istrinya secara tidak langsung karena saking seringnya dimintai pendapat dan di ajaknya bertukar pikiran. Kami seringkali terlibat diskusi-diskusi kecil. Tapi mungkin karena agak berfrekuensi tinggi, sepertinya hubungan sudah tidak lagi bernilai syar’i.
Dan aku sadar apa yang sudah aku lakukan. Meski aku dan dia tidak pernah bertemu setelah pertemuan di pertengahan Desember itu. Namun komunikasi kami Via sms dan telepon cukup melebihi batas karena kelewat dekat. Aku ingat waktu itu kira-kira setiap seminggu aku di telepon olehnya, atau sesekali aku yang menghubungi dia. Setiap hari meski hanya satu sms tapi pasti selalu ada ucapan “ohayo gozaimatsu” di layar perak ponsel nokia ‘jadul’ milikku dimasa itu. kalo bukan dari mas kuncoro, yah dari siapa lagi?!

Waktu pun kini semakin memaksaku untuk menanyakan kembali khitbah yang sudah terhitung bulan ia jatuhkan. Sementara ada sesosok lagi pangeran yang ingin mengutarakan niatnya meminangku kala itu. ah…benar-benar dibuat bimbang diriku olehnya.
Suatu ketika mas kuncoro bercerita mengenai adik kesayangannya. Adiknya telah menjadi pemuda mapan dan mandiri bekerja di sebuah perusahaan swasta di jakarta. Sebagai seorang kakak yang merasa pernah menyekolahkan adiknya, membiayai segala keperluan adik-adik dan seluruh keluarganya, dia patut merasa bangga dengan pencapaian yang telah di raih oleh sang adik sebagai bukti bahwa kakaknya tidak sia2 membiayai selama ini. Cerita tantang kebanggan adiknya itu seperti tak pernah padam dan terus menjadi motivasi bagi dirinya untuk berusaha lebih keras membahagiakan seluruh keluarga yang ia kasihi. Sampai ketika musibah itu datang dan mengubah segalanya, termasuk proses ta’arufku dengan mas kuncoro. Adiknya mengalami kecelakaan fatal yang mengakibatkan nyawanya melayang. Semakin beratlah beban masalah yang ia hadapi. Dan pada suatu hari ibunya mengungkapkan sebuah permintaan yang menurutku sangat melukai perasaanku sebagai wanita biasa yang masih lemah iman dan dhaif ini. Apa rupanya permintaan ibu mas kuncoro itu?
Almarhum adik mas kuncoro ternyata sudah lebih dulu memiliki calon istri sebelum dirinya. Dia mulai menceritakan alasan mengapa dia tak kunjung memberi keputusan atas proses kami. Satu hari setelah kepulangannya dari semarang ke cilacap yang dalam rangka mengkhitbahku, dia bermaksud mengutarakan keinginannya untuk melamarku kepada ibundanya. Namun jawaban dari sang ibu terkesan acuh. Beliau tidak menghendaki mas kuncoro menikah dengan wanita yang berasal dari daerah yang jauh. Itu alasan beliau yang sungguh tidak masuk di akal. Padahal Semarang dan Cilacap masihlah dekat menurutku karena masih dalam satu provinsi. Sedang mas berada di bekasi. Ah.. bagiku tak masalah aku ikut kemanapun suami pergi dan mengajakku tinggal bersama kelak setelah menikah.
Jawaban ibu yang terkesan acuh itulah yang ternyata membuat dirinya bimbang dan mengurungkan niatnya untuk secepat mungkin menjemputku. Dia tak sampai hati aku mendengar kabar itu karena dipikirnya aku akan bersedih karenanya, atau mungkin dia merasa takut jika aku mendengar, maka aku akan meninggalkannya.
Entahlah, toh pada akhirnya dia tetap menceritakannya padaku plus satu kejutan lagi yang tak kalah membuat darahku berdesir, menyayat hati dan sangat melukai. Ibunya malah menawarkan mas kuncoro untuk menikahi calon istri almarhum sang adik. Dengan alasan perempuan itu sudah sangat dekat dengan keluarganya, ibunya lebih mengenal dia dibanding aku yang sama sekali tak pernah bertemu dan bertatap muka.
Yah… akhirnya aku mengetahui apa yang seharusnya kulakukan untuk proses ini. Mengharapkan ketegasannya adalah sesuatu yang jauh dari mungkin. Dia teramat mencintai ibu dan keluarganya lebih dari apapun di dunia ini.
Pertengahan Febuari 2009, akhirnya dengan mengenggam sejuta maaf yang tak terkatakan, menahan asa yang tak berkelanjutan, menoreh perih pada sekeping hati kecil nan kotor ini. Tengah malam sebelumnya aku bermunajah mengikhtiari prosesku dengan dirinya untuk terakhir kali. Karena pagi harinya dengan bibir kelu aku sampaikan niatku, bahwa aku memutuskan untuk mundur serta mengikhlaskan dirinya untuk menikah dengan siapapun yang terbaik untuk dia dan keluarganya. Tak perlu lagi dia menggantungku dengan sejuta asa semu yang sebenarnya dia sendiripun tak punya keberanian dalam bertindak dan memutuskan yang terbaik untuk hidupnya sendiri.
Allah jika wanita adalah lambang kedukaan, maka haruskah aku mengibarkan lambang duka itu dengan airmata yang mengalir deras mengguyur basah di pipi?!
Cinta adalah sebahagian dari keajaibanMu, kemurahanMu yang Maha memberi jawaban dari segala sedih yang menawan jiwa. Merajai kolbu dengan desir-desir harapan yang entah wujud atau hanya sebatas kamuflase.
Aku berserah atas nama Sang Maha Cinta. KepadaMU kutitipkan hati yang terkoyak ini untuk di perbaiki.
**Bersambung dulu yah… ingin sejenak memenuhi hak mata nih.. sambung beberapa hari lagi. Semoga masih berkenan membaca.
-Ummy Annisa-

No comments:

Post a Comment